Minggu, 24 Maret 2013

ASAS-ASAS HUKUM PERJANJIAN


ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK
Asas ini memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk membuat suatu perjanjian, asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kebiasaan, kesusilaan  dan ketertiban umum. Asas kebebasan berkontrak ini memberikan kebebasan kepada para pihak dalam perjanjian untuk :
(1)    Mengadakan perjanjian atau tidak membuat perjanjian;
(2)    Mengadakan perjanjian dengan siapapun;
(3)    Menentukan bentuk perjanjian (lisan atau tertulis);
(4)    Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratan.
 ASAS KONSENSUALISME
Asas ini menyatakan bahwa perjanjian akan terjadi manakala telah terjadi perjumpaan kehendak (konsensus) atau perjanjian telah terjadi dengan lahirnya kata sepakat untuk hal-hal yang pokok.
Asas ini tidak mengikat, manakala perundang-undangan menentukan sebaliknya, misal : perjanjian baru dapat dilakukan manakala dibuat dalam bentuk tertulis dan dihadapan Notaris, seperti perjanjian penghibahan benda tidak bergerak (tanah).
ASAS PACTA SUNT SERVANDA
Asas ini menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
ASAS ITIKAD BAIK
Asas ini menginginkan para pihak dalam perjanjian, manakala melahirkan sebuah perjanjian harus dilandasi oleh itikad yang baik. Itikad baik itu antara lain :
a.       Perjanjian yang dibuat harus memperhatikan norma-norma kepatutan dan kesusilaan;
b.      Perjanjian yang dibuat harus menggambarkan suasana batin yang tidak menunjukkan adanya kesengajaan untuk merugikan orang lain.

SUBJEK DAN OBJEK HUKUM


Subjek Hukum adalah pendukung hak dan kewajiban atau orang yang dapat memperoleh hak dan kewajiban. Dalam ilmu hukum, yang dapat menjadi subjek hukum ialah :
1.       Manusia (persoon);
2.       Badan Hukum (rechtpersoon).
Manusia (persoon)
Setiap manusia tanpa memandang kewarganegaraannya, suku, bangsa, agama, keturunan dan lain sebagainya, pada dasarnya dapat menjadi pendukung hak dan kewajiban. Manusia menjadi pendukung hak dan kewajiban sejak dilahirkan sampai meninggal dunia. Guna kepentingan tertentu, sekalipun manusia belum dilahirkan, namun sudah ada dalam kandungan ibunya, dapat dipandang sebagai subjek hukum, misal : dalam rangka penyelesaian urusan waris-mewaris.
Sebagai subjek hukum manusia pada dasarnya dapat melakukan berbagai perbuatan hukum, seperti membuat perjanjian, melaksanakan perkawinan, memberikan hibah, menerima hibah dan lain sebagainya.  Namun ada beberapa manusia yang dipandang tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum, antara lain :
a.       Orang yang masih dibawah umur (=belum mencapai usia 21 tahun), dipandang tidak dewasa untuk melakukan perbuatan hukum;
b.      Orang dewasa yang ditaruh dibawah pengampuan, yaitu (1) orang yang kurang daya akal pikirnya, misal : cacat mental, sakit jiwa, (2) pemabuk, (3)  pemboros;
Perbuatan hukum yang akan dilakukannya diwakili oleh wakilnya yang sah secara keperdataan;
Manusia akan kehilangan perannya sebagai subjek hukum apabila telah meninggal dunia. Selain meninggal dunia, manusia juga akan dinyatakan hilang kedudukannya sebagai subjek hukum, apabila hilang atau tidak diketahui keberadaannya dan tidak ada kepastian apakan masih hidup dalam tenggang waktu setelah lewat 5 (lima) tahun sejak meninggalkan tempat tinggalnya.
Badan Hukum (Rechtpersoon)
Badan hukum merupakan kumpulan orang-orang dalam suatu organisasi yang ingin mencapai tujuan bersama. Kriteria suatu badan dikatakan sebagai badan hukum, yaitu :
(1)    Badan tersebut mempunyai tujuan tertentu, misal: bidang sosial, agama, pendidikan atau ekonomi.
(2)    Badan tersebut mempunyai kepentingan sendiri, yaitu dapat merupakan badan yang bertujuan mencari keuntungan (propit oriented) atau tidak mencari keuntungan (non profit oriented).
(3)    Badan tersebut mempunyai organisasi yang teratur, maksudnya adanya pembagian yang jelas diantara para pengurusnya.
(4)    Badan tersebut mempunyai kekayaan yang terpisah, maksudnya kekayaan badan tersebut dipisahkan dari kekayaan pribadi pendirinya. Aset dan kewajiban badan tersebut terpisah dari aset dan kewajiban pendiri atau pemilik.
Badan hukum dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :
(1)    Badan Hukum Publik, yaitu badan hukum yang didirikan berdasar hukum publik dan bertujuan untuk melayani kepentingan umum, misal : Perum Bulog, Perum Damri.
(2)    Badan Hukum Privat, yaitu badan hukum yang didirikan berdasar hukum perdata dan bertujuan  untuk  mencapai keinginan pendirinya, misal: PT, Yayasan, Koperasi dan lain sebagainya.
Perbedaan manusia dan badan hukum sebagai subjek hukum
No
Manusia
Badan Hukum
1.
Pribadi
Kelompok manusia
2.
Sebagai subjek hukum yang alami
Subjek hukum yang tidak alami, karena lahir oleh hukum atau undang-undangn atau diciptakan manusia
3.
Menjadi subjek hukum sejak dilahirkan, bahkan sudah sejak dalam kandungan juga bisa menjadi subjek hukum, bila kepentingannya menghendaki.
Menjadi subjek hukum bila sudah memenuhi ketentuan undang-undang yang mengaturnya, dan bila belum dipenuhi syarat-syarat tersebut, tidak dapat menjadi subjek hukum.
3.
Melakukan perbuatan hukum secara mandiri.
Perbuatan hukum diwakili oleh pengurusnya
4.
Berakhir menjadi subjek hukum bila meninggal dunia atau keberadaannya tidak diketahui dengan jelas setelah lewat 5 (lima) tahun.
Berakhir menjadi subjek hukum bila badan tersebut dinyatakan dibubarkan atau masa pendirian badan tersebut sudah berakhir (untuk badan yang pendiriannya berdasar jangka waktu).
5.
Tidak cakap melakukan perbuatan hukum bila tidak dewasa atau ditaruh dibawah pengampuan.
Tidak cakap melakukan perbuatan hukum bila dinyatakan failit oleh pengadilan, dan putusan failit tersebut telah berkekuatan hukum tetap.

OBJEK HUKUM

Objek Hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum dan yang dapat menjadi objek perhubungan hukum (Kansil: 1977, 120). Wujud dari objek hukum adalah benda. Benda adalah segala sesuatu yang dapat dikuasai dengan hak atau menjadi objek hak seseorang (Subekti: 1985, 60). 

Minggu, 17 Maret 2013

Aliran Klasik (The Classical School)


Mazhab klasik dalam ilmu kriminologi lahir pada abad ke-18 yang dipelopori oleh Cesare Beccaria (ahli Matematika berkebangsaan Italia). Di Inggris aliran ini berkembang pada abad ke-19, yang kemudian berkembang di Eropa dan Amerika.
Tokoh utama aliran ini adalah Cesare Beccaria (1738-1798), dasar dari aliran ini adalah Hedonistic-Psycology, dengan sifat individualistic, intelectualistic serta voluntaristic. Menurut mazhab ini individu dilahirkan bebas dengan kehendak bebas (free will). Individu berhak menentukan pilihannya sendiri, memiliki hak asasi diantaranya hak untuk hidup, kebebasan serta memiliki kekayaan, pemerintah negara dibentuk untuk melindungi hak-hak tersebut dan muncul sebagai hasil perjanjian sosial antara yang diperintah dan memerintah, setiap warga negara hanya menyerahkan sebagian haknya kepada negara sepanjang diperlukan oleh negara untuk mengatur masyarakat demi kepentingan sebagian besar masyarakat, kejahatan merupakan pelanggaran perjanjian sosial dan karena itulah kejahatan merupakan kejahatan moral. Hukuman hanya dapat dibenarkan selama hukuman itu ditujukan untuk memelihara perjanjian sosial karena tujuan hukuman adalah untuk mencegah kejahatan dikemudian hari, dan setiap orang dianggap sama dimuka hukum, maka sebaiknya ia harus diperlakukan sama pula tanpa pandang bulu.
Aliran ini berpendapat bahwa individu mempunyai kebebasan kehendak sedemikian rupa, sehingga tidak perlu mencari sebab mengapa orang melakukan kejahatan atau berusaha mencegah kejahatan. Menurut aliran ini, orang yang melanggar hukum harus menerima hukuman yang sama tanpa mengingat umur, kesehatan jiwa, kaya, miskin, posisi sosial atau keadaan lainnya. Hukuman harus dijatuhkan secara berat, akan tetapi proporsional, serta dimaksudkan untuk memperbaiki pribadi si penjahat.

Referensi :
Yesmil Anwar dan Adang, 2010, Kriminologi, Bandung: Refika Aditama.