Selasa, 19 Februari 2013

SIFAT & FUNGSI HUKUM PIDANA


SIFAT  HUKUM PIDANA

Hukum Pidana itu bersifat sebagai hukum publik, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara individu dengan suatu masyarakat hukum umum, yakni negara atau daerah-daerah di dalam negara (P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, hlm.14).
Sifat Hukum Pidana sebagai Hukum Publik tampak jelas dari kenyataan-kenyataan, yaitu antara lain :
a.    Bahwa sifat melawan hukum dalam Hukum Pidana tetap ada sekalipun tindakan tersebut dilakukan atas persetujuan terlebih dahulu dari korban;
b.    Bahwa penuntutan perkara pidana tidak digantungkan pada keinginan dari orang yang telah dirugikan oleh suatu tindak pidana, melainkan ada pada negara.

FUNGSI HUKUM PIDANA

Hukum Pidana merupakan bagian dari tata hukum yang ada di suatu negara, oleh karena itu Hukum Pidana juga melaksanakan fungsi dari hukum itu sendiri. Pada dasarnya fungsi Hukum Pidana dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :
a.       Fungsi Umum; dan
b.      Fungsi Khusus.

a.    Fungsi Umum
Sebagai bagian dari tata hukum disuatu negara, maka hukum pidana juga melaksanakan fungsi dari hukum itu sendiri, yaitu menciptakan atau mewujudkan suatu rasa aman bagi setiap anggota masyarakat. Fungsi hukum seperti itu dapat terwujud apabila, hukum itu :
(1)    Mempunyai kepastian;
(2)    Dapat menegakan keadilan;
(3)    Mempunyai kegunaan.
Berdasar hal tersebut diatas, maka Hukum Pidana yang dibentuk oleh pembentuk Undang-Undang (ditingkat nasional atau daerah) harus bisa mencerminkan ketiga hal di atas, yaitu adanya kepastian, keadilan dan kegunaan.
b.    Fungsi Khusus
Selain mewujudkan fungsi hukum secara umum, maka Hukum Pidana juga mempunyai fungsi tersendiri, sesuai dengan bentuk hukuman pidana yang menimbulkan penderitaan yang bersifat khusus, berbeda bila dibandingkan dengan hukuman dari hukum-hukum yang lain (hukum perdata,hukum administrasi).
Hukum Pidana itu menurut Mr. MODDERMAN (Menteri Kehakiman Belanda) berfungsi sebagai ULTIMUM REMEDIUM atau sebagai suatu upaya yang harus dipergunakan sebagai upaya terakhir untuk memperbaiki kelakuan manusia, karena itu dalam penerapan hukum pidana haruslah disertai dengan pembatasan-pembatasan yang seketat mungkin.

Sabtu, 16 Februari 2013

ARTI HUKUM


Membicarakan hukum, maka terlebih dahulu yang ingin kita ketahui tentunya memahami apa itu hukum? Atau dengan kata lain apa sebenarnya arti hukum itu ?
Dalam tulisan ini akan dikemukakan beberapa arti hukum yang dikutif dari buku DR.Seodjono Dirdjosisworo,S.H., Pengantar Ilmu Hukum, sebagai berikut :
1.    Hukum dalam arti penguasa
Hukum disini merupakan perangkat-perangkat peraturan tertulis yang dibuat oleh pemerintah, melalui badan-badan yang berwenang membentuk berbagai peraturan tertulis seperti berturut-turut: undang-undang dasar, undang-undang, keputusan presiden, peraturan pemerintah, keputusan menteri dan peraturan-peraturan daerah. Termasuk dalam bentuk hukum yang merupakan ketentuan penguasa adalah keputusan-keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum atau jurisprudensi sebagai sumber hukum tertulis.
Hukum dalam arti penguasa disini bentuknya biasanya memang dalam bentuk tertulis, namun di negara kita Indonesia juga menghormati bentuk-bentuk hukum yang tidak tertulis, misalnya kebiasaan-kebiasaan, Hukum Adat yang tubuh dan berkembang disuatu masyarakat tertentu.
2.    Hukum dalam arti para petugas
Hukum dalam arti petugas disini merupakan perwujudan hukum dalam wujud fisik yang ditampilkan oleh para petugas yang menegakan hukum,misal: Polisi, Jaksa, Hakim dan lain sebagainya. Jadi hukum disini merupakan sesuatu yang Nampak dan dapat melaksanakan paksaan terhadap siapa saja yang dianggap melakukan kesalahan.
3.    Hukum dalam arti sikap tindak
Hukum dalam arti sikap tindak adalah perilaku yang ajeg atau sikap tindak yang teratur.
4.    Hukum dalam arti sistem kaidah
Hukum sebagai sistem kaidah adalah :
a.       Suatu tata kaidah hukum yang merupakan sistem kaidah-kaidah hukum secara hirarkis.
b.      Susunan kaidah-kaidah hukum yang sangat disederhanakan dari tingkat bawah keatas meliputi : 1) kaidah-kaidah individual dari badan-badan pelaksana hukum terutama pengadilan; 2) kaidah-kaidah umum di dalam undang-undang atau hukum kebiasaan; 3) kaidah konstitusi.
c.       Sahnya kaidah-kaidah hukum dari golongan tingkat yang lebih rendah tergantung atau ditentukan oleh kaidah-kaidah yang termasuk golongan tingkat yang lebih tinggi.
Hukum dalam arti sistem kaidah juga menghormati berbagai kaidah yang hidup dimasyarakat, seperti:
a.       Kaidah-kaidah kesopanan;
b.      Kaidah-kaidah kesusilaan;
c.       Kaidah-kaidah agama.  
5.    Hukum dalam arti jalinan nilai
Hukum dalam arti jalinan nilai artinya norma hukum tersebut dibentuk berdasarkan nilai-nilai obyektif yang bersifat universal tentang sesuatu yang baik dan buruk, patut tidak patut, yang bertujuan untuk melindungi kepentingan antar individu, pemenuhan kebutuhan dan perlindungan hak, sehingga terwujud suatu kepastian hukum.
6.    Hukum arti tata hukum
Hukum dalam arti tata hukum artinya merupakan hukum yang berlaku disuatu tempat, pada saat tertentu atau dikenal juga dengan hukum positif.
7.    Hukum dalam arti ilmu hukum
Hukum dalam arti ilmu hukum artinya hukum disini merupakan cabang ilmu pengetahuan yang dapat dipelajari, guna dicari kebenaran dan kekurangannya untuk menghasilkan suatu teori yang dapat dipergunakan di masyarakat.
8.    Hukum dalam arti disiplin
Hukum dalam arti disiplin artinya adalah hukum disini merupakan gejala dan kenyataan yang ada ditengah-tengah masyarakat.

Kamis, 07 Februari 2013

Diduga Diperkosa Guru, Siswi SD Hamil

SAMARINDA - Polisi tengah menyelidiki kasus perkosaan yang menimpa Intan (13), seorang murid SD di Sungai Kunjang, Kota Samarinda. Akibat perkosaan yang diduga dilakukan oknum guru itu, Intan kini tengah hamil enam bulan. 

Sayangnya, polisi kesulitan mengumpulkan bahan lengkap untuk menjerat pelaku lantaran Intan belum bisa memberikan keterangan. Meski demikian, Intan telah menjalani visum. Sejauh ini, polisi baru berbekal keterangan orangtua korban. 

Kapolresta Samarinda Kombes Pol Arief Prapto S, melalui Kasubag Humas Ipda Agus Setyo D menegaskan, tidak dapat menyampaikan banyak hal mengenai perkembangan kasus yang dilaporkan Sabtu (26/1) lalu itu.

"Sejauh ini, sesuai keterangan Unit Perlindungan Anak dan Perempuan (PPA) Satreskrim Polresta Samarinda, memberikan pernyataan belum memeriksa korban (Intan, Red). Pemeriksaan sudah dilakukan kepada orangtua korban selaku pelapor. Namun pemeriksaannya pun dianggap masih kurang," kata Agus.

"Pasti korban akan diperiksa, juga beberapa saksi termasuk tetangga korban yang memberikan informasi kepada orangtuanya korban," tegasnya.
 
Sementara itu, keprihatinan datang dari psikolog Perhimpunan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Kaltim, Sumarsih. Dia mengatakan, Intan harus ditangani secara khusus. Tidak hanya fisiknya saja, mental atau psikisnya akan terganggu jika tidak segara dipulihkan.
 
Korban perlu mendapatkan terapi dan pembimbingan. Bahkan, jika perlu dipindahkan dari lingkungannya untuk menghilangkan trauma dari kejadian yang sudah dialaminya. 

"Korban itu ada kecenderungan ingin melupakan trauma yang dialaminya. Jadi mungkin bisa ditempatkan di lingkungan terbatas dengan orang-orang baru, " kata Sumarsih. 

Hal ini menurutnya perlu dilakukan, karena bisa saja di lingkungan yang lama, korban akan sulit membentuk kembali pribadinya . Karena malu, dia jadi minder, kurang percaya diri hingga tertutup.
 
Menurut Sumarsih,  orangtuanya juga perlu mendapat pendampingan konseling.  "Pindah dari lingkungan yang baru adalah hal yang tepat. Di lingkungan baru dia akan mendapat suasana baru yang tentu saja tetap dalam pengawasan orangtua," kata Sumarsih.  

Sementara itu, dua hari sejak dilaporkannya kasus ini, Intan berada dalam pengawasan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Samarinda. Ia dititipkan di salah satu rumah singgah mitra P2TP2A. Tentu saja, sembari pemulihan mental dan fisiknya.  

Karena, sejak diketahui hamil, prilaku Intan ada yang berubah. Ia menjadi anak yang pendiam dan lebih banyak murung. Tentu saja berbalik dari sikapnya semula yang periang.  

Ketua P2TP2A Samarinda, Fitri menjelaskan, anak pertama dari tiga bersaudara itu kini berada dalam kondisi aman. Dari pantauannya dalam dua hari ini, bocah manis itu kerap memandangi perutnya yang kian membesar. Bahkan sesekali dia mengeluh.   

"Kita terus memantau kondisinya. Ini akan kita lakukan sampai waktunya melahirkan nanti. Untuk usianya, secara fisik kondisinya baik-baik saja. Ia terkadang hanya kelelahan. Sama seperti yang dialamin orang dewasa yang sedang hamil," terang Fitri. 

Menurutnya, orangtua Intan jelas merasa sedih. Karena hingga kini, si pelaku masih bebas berkeliaran. Selain itu, mereka berharap pihak sekolah tetap mengizinkan Intan mengikuti ujian akhir sekolah (UAS) pertengahan tahun mendatang. (oke/rm-4/ica)

Polisi Tangkap 74 Pelaku Kerusuhan Sumbawa Besar

TEMPO.COMataram - Pihak kepolisian telah menangkap 74 tersangka pelaku kerusuhan di Kota Sumbawa Besar yang terjadi pada Selasa sore, 22 Januari 2013. Mereka ditahan di sel Markas Kepolisian Resor Sumbawa dan dikenai pasal pencurian dengan pemberatan.

Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB), Ajun Komisaris Besar Sukarman Husein, menjelaskan, para tersangka penjarahan dikenai pasal pencurian dengan pemberatan. "Karena tertangkap basah dengan barang jarahannya," kata Sukarman kepada Tempo melalui sambungan telepon, Rabu, 23 Januari 2013 pagi. Bukti-bukti barang hasil jarahan jarahan itu berasal dari berbagai rumah, hotel, toko, dan pasar milik warga suku Bali yang berdiam di Sumbawa Besar.

Kerusuhan timbul akibat isu menyesatkan bahwa telah terjadi pemerkosaan terhadap seorang mahasiswi semester lima Universitas Samawa bernama Arniyati, 30 tahun, warga Labuan Badas Sumbawa. Padahal, kata Sukarman, korban jatuh dari sepeda motor sewaktu membonceng pacarnya yang bernama I Gede Eka Swarjana, 30 tahun. Eka Swarjana merupakan personel Kepolisian Sektor Buer berpangkat brigadir asal Bali.

Kejadian ini bermula pada Sabtu malam, 19 Januari 2013, sekitar pukul 23.00 waktu setempat. Saat pulang dari tempat hiburan malam di kawasan pantai Batu Gong, sekitar 15 kilometer dari Kota Sumbawa Besar, Arniyati dan GES mengalami kecelakaan. Arniyati mengalami luka di bagian kepala, sedangkan GES mengalami patah tulang iga sebelah kanan. Meskipun sempat dievakuasi ke Rumah Sakit Umum Sumbawa, nyawa Arniyati tidak tertolong. (Baca juga: Kronologi Kerusuhan Sumbawa Besar)

Tewasnya Arniyati membuat sekelompok mahasiswa melakukan aksi ke Polres Sumbawa. Mereka meminta kepolisian untuk mengusut kasus tersebut. Aksi tersebut diwarnai perusakan 35 rumah warga asal Bali, satu pura, satu bangunan hotel, pasar Seketeng, toko dan dua kios, serta dua pasar swalayan. Beberapa bangunan tersebut dibakar dan dijarah. Akibat aksi ini, sebanyak 200 warga diungsikan ke Markas Polres Sumbawa dan 300 orang di Markas Komando Distrik Militer Sumbawa.

Sukarman mengatakan perusakan dan penjarahan dilakukan oleh warga yang murka dan kehilangan akal sehatnya. Jumlah mereka tidak seimbang dengan anggota polisi dan TNI AD di lapangan. "Kami hanya sebatas mengimbau saja," ujarnya.

Untuk mengantisipasi keadaan di Sumbawa Besar, kepolisian telah mengerahkan personel sebanyak 1.660 orang anggota dari Polres yang berdekatan, seperti Dompu, Sumbawa Barat, dan Lombok Timur. Bahkan, ada 141 anggota Brimob dari Polda Jawa Timur. Kepolisian juga dibantu anggota TNI Angkatan Darat.

SUPRIYANTHO KHAFID

GABUNGAN PERATURAN (CONCURSUS IDEALIS atau EENDAADSE SAMENLOOP)


Pengaturan mengenai gabungan peraturan atau concursus idealis atau eendaadse samenloop dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia diatur dalam Pasal 63 ayat(1) yang berbunyi sebagai berikut :
Jika sesuatu perbuatan termasuk dalam beberapa ketentuan pidana,maka hanyalah dikenakan satu saja dari ketentuan itu; jika hukumannya berlainan, maka yang dikenakan ialah ketentuan yang terberat hukuman pokoknya.
Berdasar ketentuan Pasal 63 ayat (1) KUHP di atas, maka dapat disimpulkan, yang dinamakan dengan gabungan perbuatan adalah bila pelaku tindak pidana telah melakukan sesuatu perbuatan, dan perbuatan tersebut melanggar lebih dari satu ketentuan pidana.
Dalam rangka memahami adanya Concursus Idealis yang menjadi penekanan pada Pasal 63 ayat (1) KUHP tersebut adalah pada kata suatu perbuatan (een feit). Terdapat 2 (dua) kelompok pandangan ahli yang mencoba menjelaskan mengenai masalah tersebut, yaitu :
a.       Pandangan Klasik
Pandangan klasik ini berlaku sebelum tahun 1932, dimana para ahli yang mempunyai pandangan klasik ini antara lain adalah G.A.van HAMEL, D. SIMONS, ZEVENBERGEN. Pandangan para ahli sebelum tahun 1932 ini juga mewarnai arrest Hoge Raad sebelum tahun 1932 dalam menangani kasus Concursus Idealis.
Menurut para ahli yang memiliki pandangan klasik, yang dinamakan perbuatan dalam Pasal 63 ayat (1) KUHP adalah perbuatan jasmani (materieel feit).
b.      Pandangan Modern
Pandangan modern ini berlaku sesudah tahun 1932, dimana para ahli yang mempunyai pandangan modern ini,misalnya : VOS, POMPE. Para ahli yang berpandangan modern ini tidak sependapat yang dikatakan sebagai perbuatan itu adalah perbuatan jasmani saja, tapi juga harus memperhatikan ukuran-ukuran lain yang dilihat berdasar fakta-fakta dari kasus yang bersangkutan, sehingga pandangan modern ini tidak dapat mematok ukuran yang umum tentang apa yang disebut dengan perbuatan itu sendiri.
Penjatuhan pidana pada perbarengan peraturan menggunakan SISTEM HISAPAN atau ABSORBSI STELSEL, artinya hanya dipidana terhadap salah satu dari aturan pidana itu, dan jika diantara aturan-aturan pidana itu berbeda-beda ancaman pidananya, maka yang dikenakan adalah aturan pidana yang terberat ancaman pidana pokoknya, dan apabila satu perbuatan itu masuk dalam aturan pidana umum sekaligus aturan pidana khusus, maka yang dikenakan adalah aturan pidana khusus saja.
Berdasar hal tersebut diatas, maka dapat ditarik kesimpulan tentang penjatuhan pidana dalam hal Gabungan Peraturan ini, yaitu :
a.       Gabungan Peraturan untuk perbuatan yang diancam dengan pidana pokok yang sama berat
Dalam kasus Gabungan Peraturan seperti ini, maka penjatuhan pidana yang dikenakan terhadap pelaku tindak pidana adalah hanya salah satu dari peraturan tersebut.
b.      Gabungan Peraturan untuk perbuatan yang diancam dengan pidana pokok yang tidak sama berat
Dalam kasus Gabungan Peraturan seperti ini, maka penjatuhan pidana yang dikenakan terhadap pelaku tindak pidana adalah peraturan pidana yang ancaman pidana pokoknya terberat.
c.       Gabungan Peraturan untuk perbuatan yang diancam dengan aturan pidana umum sekaligus dalam aturan pidana khusus
Dalam kasus Gabungan Peraturan seperti ini, maka penjatuhan pidana yang dikenakan terhadap pelaku tindak pidana adalah yang termuat dalam aturan pidana khusus saja. Hal ini merupakan penerapan asas lex specialis derogat legi generali.
Aturan pidana umum tersebut adalah sama dengan apa yang dimaksud tindak pidana dalam bentuk pokok atau standar. Sedangkan aturan pidana khusus adalah aturan pidana mengenai tindak pidana itu dalam bentuk yang diperberat atau diperingan.

DAFTAR PUSTAKA
Drs.ADAMI CHAZAWI, 2005, PELAJARAN HUKUM PIDANA BAGIAN 2, Jakarta : Rajawali Pers
R.SOESILO, 1996, KITAB UNDANG_UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) SERTA KOMENTAR-KOMENTARNYA LENGKAP PASAL DEMI PASAL, Bogor : Politeia.