Kamis, 07 Februari 2013

GABUNGAN PERATURAN (CONCURSUS IDEALIS atau EENDAADSE SAMENLOOP)


Pengaturan mengenai gabungan peraturan atau concursus idealis atau eendaadse samenloop dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia diatur dalam Pasal 63 ayat(1) yang berbunyi sebagai berikut :
Jika sesuatu perbuatan termasuk dalam beberapa ketentuan pidana,maka hanyalah dikenakan satu saja dari ketentuan itu; jika hukumannya berlainan, maka yang dikenakan ialah ketentuan yang terberat hukuman pokoknya.
Berdasar ketentuan Pasal 63 ayat (1) KUHP di atas, maka dapat disimpulkan, yang dinamakan dengan gabungan perbuatan adalah bila pelaku tindak pidana telah melakukan sesuatu perbuatan, dan perbuatan tersebut melanggar lebih dari satu ketentuan pidana.
Dalam rangka memahami adanya Concursus Idealis yang menjadi penekanan pada Pasal 63 ayat (1) KUHP tersebut adalah pada kata suatu perbuatan (een feit). Terdapat 2 (dua) kelompok pandangan ahli yang mencoba menjelaskan mengenai masalah tersebut, yaitu :
a.       Pandangan Klasik
Pandangan klasik ini berlaku sebelum tahun 1932, dimana para ahli yang mempunyai pandangan klasik ini antara lain adalah G.A.van HAMEL, D. SIMONS, ZEVENBERGEN. Pandangan para ahli sebelum tahun 1932 ini juga mewarnai arrest Hoge Raad sebelum tahun 1932 dalam menangani kasus Concursus Idealis.
Menurut para ahli yang memiliki pandangan klasik, yang dinamakan perbuatan dalam Pasal 63 ayat (1) KUHP adalah perbuatan jasmani (materieel feit).
b.      Pandangan Modern
Pandangan modern ini berlaku sesudah tahun 1932, dimana para ahli yang mempunyai pandangan modern ini,misalnya : VOS, POMPE. Para ahli yang berpandangan modern ini tidak sependapat yang dikatakan sebagai perbuatan itu adalah perbuatan jasmani saja, tapi juga harus memperhatikan ukuran-ukuran lain yang dilihat berdasar fakta-fakta dari kasus yang bersangkutan, sehingga pandangan modern ini tidak dapat mematok ukuran yang umum tentang apa yang disebut dengan perbuatan itu sendiri.
Penjatuhan pidana pada perbarengan peraturan menggunakan SISTEM HISAPAN atau ABSORBSI STELSEL, artinya hanya dipidana terhadap salah satu dari aturan pidana itu, dan jika diantara aturan-aturan pidana itu berbeda-beda ancaman pidananya, maka yang dikenakan adalah aturan pidana yang terberat ancaman pidana pokoknya, dan apabila satu perbuatan itu masuk dalam aturan pidana umum sekaligus aturan pidana khusus, maka yang dikenakan adalah aturan pidana khusus saja.
Berdasar hal tersebut diatas, maka dapat ditarik kesimpulan tentang penjatuhan pidana dalam hal Gabungan Peraturan ini, yaitu :
a.       Gabungan Peraturan untuk perbuatan yang diancam dengan pidana pokok yang sama berat
Dalam kasus Gabungan Peraturan seperti ini, maka penjatuhan pidana yang dikenakan terhadap pelaku tindak pidana adalah hanya salah satu dari peraturan tersebut.
b.      Gabungan Peraturan untuk perbuatan yang diancam dengan pidana pokok yang tidak sama berat
Dalam kasus Gabungan Peraturan seperti ini, maka penjatuhan pidana yang dikenakan terhadap pelaku tindak pidana adalah peraturan pidana yang ancaman pidana pokoknya terberat.
c.       Gabungan Peraturan untuk perbuatan yang diancam dengan aturan pidana umum sekaligus dalam aturan pidana khusus
Dalam kasus Gabungan Peraturan seperti ini, maka penjatuhan pidana yang dikenakan terhadap pelaku tindak pidana adalah yang termuat dalam aturan pidana khusus saja. Hal ini merupakan penerapan asas lex specialis derogat legi generali.
Aturan pidana umum tersebut adalah sama dengan apa yang dimaksud tindak pidana dalam bentuk pokok atau standar. Sedangkan aturan pidana khusus adalah aturan pidana mengenai tindak pidana itu dalam bentuk yang diperberat atau diperingan.

DAFTAR PUSTAKA
Drs.ADAMI CHAZAWI, 2005, PELAJARAN HUKUM PIDANA BAGIAN 2, Jakarta : Rajawali Pers
R.SOESILO, 1996, KITAB UNDANG_UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) SERTA KOMENTAR-KOMENTARNYA LENGKAP PASAL DEMI PASAL, Bogor : Politeia.

1 komentar:

  1. boleh share pa, trimakasih http://ilmuhukumdasar.blogspot.com/

    BalasHapus